Selasa, 28 April 2009

PEMAPARAN TOKOH CERITA BIARA

1. Biara. Adalah seorang cewek berumur dua belas tahun yang terkenal pendiam, tidak pernah berbicara dengan teman-temannya di sekolah maupun dengan guru-gurunya. Ia adalah seorang anak yang misterius dan berbeda dari anak-anak yang lainnya. Ia selalu menunduk bila berjalan atau diajak berbicara dengan temannya. Ia tidak pernah menunjukkan ekspresinya dikala ia sedang marah sedih atau ekspresi yang lainnya. Hobinya adalah duduk diatas atap rumahnya dan menggambar orang-orang yang aneh dan menyeramkan.

2. Peter. Adalah seorang teman kecil Biara, yang sangat mengagumi Biara. Ia mempunyai perasaan khusus terhadap Biara, yaitu ia sangat menyayangi dan mencintai Biara. Dan menerima Biara apa adanya.

3. Judy. Teman baik Biara dikelasnya. Ia sangat kasihan terhadap Biara yang dijauhi oleh teman-teman disekolahnya. Judy adalah cewek yang penyayang, selalu memperhatikan dan membantu Biara.

4. Bianca. Kakak sulung Biara yang sangat membenci Biara. Ia menganggap bahwa Biara itu anak yang mempunyai kelainan jiwa, karena tidak pernah mau berbicara dengan siapa pun termasuk dengan dirinya sendiri.

5. Burby (dibaca: Barby). Adalah adik laki-laki Biara yang juga sangat membenci Biara.

6. Tarky dan Rita. Mereka adalah orang tua Biara yang tidak pernah menyayangi Biara dan memperhatikan anaknya itu. Mereka juga memanggap Biara sebagai anak yang cacat dan mempunyai kelainan.

7. Anne. Salah satu teman sekelas Biara yang sangat culun namun baik hati ini juga sering diledek oleh teman-temannya.

8. Claire, Pensy dan Becky. Mereka bertiga adalah teman sekelas Biara yang senang menjahili Biara yang tidak pernah bicara, apalagi melawan mereka.

9. Bul-bul dan Bil-bil. Mereka berdua mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang jurnalis yang terkenal. Mereka mencoba mendirikan komunitas jurnalis di sekolah, walaupun ridak ada peminatnya satu pun. Mereka dipanggil ‘Si Kribo B’, karena rambut mereka yang kribo dan juga nama mereka yang diawali dengan huruf B. Mereka adalah salah satu teman Biara yang dekat dengannya di sekolah.

Created By: Paulina S A

SINOPSIS CERITA

JUDUL : BIARA

Biara berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Didikan orang tua yang keras, telah membuat Biara menjadi seorang anak yang berbeda dari anak-anak lainnya. Biara mempunyai salah satu kekurangan. Ia tidak pernah mau bicara dengan orang lain, terkecuali dengan orang yang sangat dipercayainya. Menggambar, adalah salah satu hobinya selain berdiam diri diatas atap rumahnya. Namun obyek yang digambar Biara selalu berasal dari imajinasinya. Biara senang menggambar manusia-manusia aneh dan menyeramkan hasil ciptaannya sendiri. Namun kemudian, sesuatu yang menyeramkan telah terjadi. Salah satu gambar milik Biara telah merasuki jiwa Biara. Ada makhluk ghaib yang telah mendiami salah gambar milik Biara yang diberi nama Mr. Silent. Dan makhluk ghaib itu, perlahan-lahan menguasai raga Biara. Makhluk ghaib itu menguasai tubuh Biara saat tiba pukul sebelas malam. Dan dari pukul sebelas malam hingga pukul dua pagi, Biara yang telah dirasuki makhluk ghaib yang telah mendiami gambarnya tersebut, menghabisi waktunya dengan membunuh. Hingga akhirnya Biara yang berada dibawah naungan makhluk ghaib tersebut pun, membunuh semua anggota keluarganya satu persatu. Dan mengakhiri hidup adiknya yang paling kecil dengan membakarnya hidup-hidup beserta dengan dirinya sendiri.


Created By: Paulina S A

Minggu, 26 April 2009

BIARA

1
Biara adalah anak yang pendiam, tertutup, tidak mudah bergaul dan terkenal culun di sekolah maupun dilingkungan rumahnya. Didikan orang tuanya yang keras kerap membuat ia menjadi anak tidak percaya diri dan menjadi anak yang sangat pemalu. Sejak berumur empat tahun hingga sekarang ia berumur dua belas tahun, ia selalu berdiam diri di atas atap rumahnya apabila ia mengalami sebuah masalah. Orang tuanya angkat tangan dalam menghadapi anak perempuannya yang satu ini yang mempunyai sifat yang aneh sejak kecil. Biara sering menghabiskan waktunya pada malam hari dengan duduk berdiam diri atau melamun di atas atap rumahnya. Ibunya berpikir bahwa anak perempuannya ini memiliki penyakit yang aneh. Disekolah pun terkadang Biara suka melamun disaat guru sedang menjelaskan pelajaran, sehingga ia terbilang anak yang lemot dan bodoh menurut teman-temannya. Selain itu juga Biara suka disebut-sebut anak cacat oleh teman-temannya.

“Anak-anak, sekarang kalianbuat kelompok masing-masing minimal satu kelompok empat orang.”Tegas guru kimia

Semua murid dikelas pun sibuk memilah milih teman sekelompok mereka. Dan tinggalah Biara seorang diri. Tak ada satu kelompok pun yang mau menerimanya menjadi anggota mereka. Mereka tidak mau satu kelompok dengan anak yang pendiam dan sulit bersosialisasi seperti Biara, karena mereka tidak mau kehadiran Biara merusak atau memperlambat pekerjaan kelompok mereka. Biara hanya berdiam diri di tempat duduknya tanpa berkata apa pun atau melakukan sesuatum karena ia tahu tidak ada satu kelompok pun yang mau menerima kehadirannya. Lalu beberapa menit kemudian, Bu guru meminta murid-muridnya untuk mengumpulkan daftar nama anggota kelompok mereka. Lalu setelah itu, Bu guru pun mengecek daftar nama anggota murid-muridnya yang ditulis diselembar kertas. Dan ternyata ada satu nama yang tidak ada dalam semua daftar nama anggota kelompok mereka.

“Biara, kamu kelompok siapa?” Tanya Bu guru. Biara hanya menggelengkan kepalanya lalu menunduk.

“Ya sudah, kalau begitu Ibu masukkan kamu kedalam kelompok satu saja ya. Oke anak-anak, selamat mengerjakan soal-soal yang telah Ibu berikan.”

Anak-anak kelompok satu pun berseru. Mereka harus dengan terpaksa menerima Biara menjadi salah satu anggota kelompok mereka. Biara pun segera bergabung dengan teman-teman sekelompoknya. Tapi seperti biasa, ia selalu diacuhkan dan dianggap tidak ada. Bukan Biara namanya ia memberontak. Ia hanya diam membisu dan tidak memberontak atas sikap teman-teman sekelasnya yang selalu mengacuhkannya dan menghinanya. Biara dikenal teman-temannya sebagai anak tanpa ekspresi. Biara seorang anak tidak terlalu banyak bicara. Ia segera mengerjakan soal-soal yang telah diberikan Ibu guru. Lalu setelah mengerjakannya, ia segera memberikan jawabannya pada teman sekelompoknya. Diterima atau tidaknya jawabannya oleh teman sekelompoknya, bagi Biara itu tidak masalah yang penting ia telah ikut mengerjakan tugas kelompoknya.

Di sekolah, Biara hampir tidak mempunyai teman. Ia jarang sekali berbicara atau berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya mau pun diluar kelas. Entahlah mengapa Biara sangat tertutup sekali. Tapi memang begitulah sifatnya. Tak ada satu pun teman-teman sekolahnya yang melihat Biara tersenyum, marah, atau pun menangis.

“Bia!” Panggil Peter saat pulang sekolah. “Kita pulang sama-sama ya?” Ajak Peter. Peter adalah teman Biara dari kecil dan ia tahu sekali mengenai sifat Biara, dan ia sangat mengerti akan kepribadian teman perempuannya itu. Peter sangat menyayangi Biara dan diam-diam ia sejak kecil telah menaruh perasaan suka pada Biara. Tetapi ia tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya itu.

“Bia, bagaimana kabarmu hari ini?” Tanya Peter basa-basi

“Baik.”Jawab Biara dingin, seperti biasanya

Sambil berjalan kaki, sim-diam Peter mengamati topi Biara yang sudak sobek-sobek dan terlihat usang. Ia tahu bahwa sejak kecil Biara senang sekali memakai topi berbentuk topi baseball. Warna-warna gelap adalah warna favoritnya. Dan Peter juga tahu bahwa Biara senang dan hobi memakai jaket katun hitamnya yang sudah usang pula. Biara berasal dari keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan, jadi ia tidak pernah punya kesempatan untuk membeli topi dan jaket yang baru.

“Topimu sudah sobek-sobek, tidak enak dipandang. Begitu pun dengan jaketmu yang kumal.”

“Kalau begitu jangan pandangi aku atau menatapku.” Jawab Biara dengan membelalakkan matanya.

“Ye...marah.” Ledek Peter. “Bi, aku ingin mengajakmu jalan-jalan, boleh tidak?” Tanya Peter dengan gugup.

“Maaf, aku tidak bisa.”

“Sekali saja....” Pinta Peter memohon

“aku tidak ada waktu. Aku harus membantu ayahku berjualan roti.”Jawab Biara datar, lalu ia pun segera mempercepat langkahnya.

“Bi, tunggu!” Teriak Peter, namun Biara tidak memperdulikannya.


Sesampainya dirumah. Biara disambut dengan teriakan amarah ibunya. Tidak kemarin atau hari ini sama saja. Orang tuanya terus bertengkar mempermasalahkan masalah keuangan mereka yang tak pernah ada penyelesaian. Sambil menggendong adik Biara yang paling kecil, ibunya dengan kata-kata kasar bertengkar dengan suaminya. Saat Biara berjalan melewati mereka yang berada diruang tamu, ibunya berteriak memanggil Biara

“Biara!”teriaknya. “Biara anak dungu!” Teriaknya lagi. Biara pun segera menghentikan langkahnya dan berbalik lalu menatap wajah ibunya yang sedang dilanda amarah. “Cepat bantu ayahmu jualan roti, dan jangan pulang sebelum kau mendapatkan uang. Dan aku tidak akan memberimu makan hari ini sebelum kau mendapatkan uang yang cukup banyak, mengerti kau dungu!”Teriaknya dengan mata melotot seperti burung hantu, lalu pergi meningalkan ruang tamu.

Selesai menyimpan tasnya, ia segera pergi kerumah tetangganya yang membuka usaha pabrik roti, lalu segera mengambil beberapa buah roti untuk dijualnya dipinggiran jalan atau lampu merah. Sedangkan ayahnya yang juga ikut bekerja disana, menjual roti-roti dengan cara berkeliling ke kompleks-kompleks perumahan dengan memakai motor yang telah disediakan oleh pabrik tersebut. Penghasilan yang didapat mereka sangat pas-pasan. Apalagi bila ayahnya bekerja sendirian tentulah sangat sedikit penghasilan yang didapatnya, maka dari itu ia menyuruh Biara untuk membantunya bekerja.

Sudah terbiasa bagi Biara berdiri dipinggiran jalan atau di lampu merah dengan dibawah panasnya terik matahari tanpa mengisi perutnya sedikit pun. Ia telah melakukan pekerjaan tersebut sejak ia berada dikelas tiga sekolah dasar. Dengan penuh kesabaran ia menawarkan roti-roti yang dibawanya dengan menggunakan kantong plastik putih besar, pada mobil-mobil mewah. Dan hanya topi satu-satunya yang ia miliki yang selalu dipakainya untuk melindunginya dari panasnya sinar matahari. Biara tidak pernah mengeluh dengan didikan orang tuanya yang keras, yang telah memaksanya untuk terus bekerja mencari uang. Ia menghadapi segala permasalahannya tanpa keluh kesah sedikit pun, dan ia tidak pernah menunjukkan ekspresi sedih atau lelahnya ia bekerja, Sebisa mungkin, ia harus tampil prima saat pulang ke rumah nanti.

Pukul tujuh malam, Biara pun pulang dari bekerja. Untunglah hari ini penjualanannya sangat baik. Ia terlihat dekil dan kusut. Ia pun segera memberikan uang hasil kerjanya pada ibunya.

“Bagus,bagus. Mulai hari ini kau harus bekerja sangat keras. Jatah makanmu satu piring hari ini. Cukup tak cukup kau harus terima.” Ucap Ibunya sambil menhitung-hitung uang hasil kerja anaknya.

Sementara ayah Biara sudah lebih dulu berada dirumah dan sudah menyantap makanan yang telah disediakan istrinya. Di meja ada sepiring nasi beserta dua buah tahu kuning dan sambal. Biara pun segera meraih piring itu dan segera menyantap makanannya. Belum saja lima suap ia menikmati makanannya itu, adik laki-lakinya yang masih duduk dibangku empat sekolah dasar dengan sengaja merebut makanannya dengan kasar, lalu berlari meninggalkan Biara.

“Dasar dungu!”Teriak adiknya
Seperti biasa, Biara tidak marah atau pun sedih dengan kelakuan adiknya yang sangat tidak sopan terhadapnya. Orang-orang disekelilingnya tidak pernah tahu tentang perasaan Biara seperti apa, karena memang Biara tidak pernah menunjukkannya. Melihat kejadian itu, ayahnay hanya tertawa, menganggap hal itu sebagai lelucon. Sedangkan ibunya sibuk menghitung-hitung uang yang dipegangnya. Biara pun beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi ke kamarnya.

“Anak itu memang dungu.Mau dijahili bagaimana pun tetap saja diam. Mau dimarahi bagaimana pun dia tetap saja diam tidak melakukan apa-apa, dasar muka rata.” Ujar ayahnya lalu tertawa.

“Ada juga ya, anak tanpa ekspresi seperti dia? Benar-benar anak yang aneh.” Ucap ayahnya dengan menggelengkan kepala lau meneruskan makannya.

Biara segera pergi ke kamarnya dan duduk di tempat tidurnya yang kecil yang hanya cukup untuk dirinya seorang. Lalu ia membuka topinya dan menaruhnya disampingnya. Rambutnya yang hitam panjang pun terurai. Dan beberapa menit kemudian ia berjalan menuju lobi kamarnya dan memanjat sebuah tangga kayu yang tertempel pada dinding luar kamarnya. Biara terus memanjati tangga yang terpotong tipi-tipis itu sampai tiba di atas atap rumahnya, tepatnya di atas atap kamarnya sendiri. Ia memandangi orang-orang yang lalu lalang berjalan melintasi depan rumahnya. Biara hanya duduk santai dengan rambutnya yang berantakan tertiup angin. Inilah tempat favoritnya.

“Biara!” Terdengar teriakan ibunya. “Biara!” Teriaknya kembali. Namun Biara hanya tetap duduk terdiam tidak menyahut.

“Pasti cewek dungu itu lagi duduk di atas atap.” Ujar Bianca, kakak sulung Biara.

“Tapi....baguslah dia ada disana. Jadi aku tak malu membawa pacarku main kerumah. Mana ada sih, seorang kakak yang menginginkan adik yang dungu dan cacat seperti dia!” Ketusnya.

Suaranya terdengar dari dari lantai bawah walau pun tidak jelas. Bianca tipe cewek yang jauh berbeda dari adiknya, Biara. Ia pandai bergaul, berdandan dan cepat sekali mendapatkan pacar.
Tiba-tiba Burby,adik laki-laki Biara yang super nakal itu berlari keluar rumah dengan membawa senter lalu ia menyenteri Biara, yang terlihat samar-samar didalam kegelapan malam.

“Mah! Biara si burung hantu itu ada di atas atap, disangkarnya!” Teriaknya

“Burb, cepat masuk!”Perintah Ibunya

“Burung hantu yang dungu!”Teriak Burby meledek, lalu dengan tertawa ia berlari masuk kedalam rumahnya.

“Biarkan saja dia disana. Sejak kecil dia memang aneh, senang berada di atas atap rumah. Entah kenapa hobinya itu sangat aneh.” Ujar Ibunya

“Kenapa coba, dia itu bisa ada dirumah ini?!” tanya Bianca dengan ketus

“Ya....aku juga tidak tahu. Aku menyesal telah melahirkan anak seperti dia.” Jelas Rita, ibu mereka berdua.

Biara hanya duduk terdiam memandangi langit yang bertabur banyak bintang. Ia sangat menyukai suasana hening, sepi, dan malam hari adalah suasana favoritnya. Ia terkadang bisa sampai semalaman berada di atas atap rumahnya tanpa memikirkan angin malam yang datang menerpanya.





2

Keesokannya di sekolah. Usai pelajaran olahraga, Biara segera pergi keruang ganti pakaian yang berada disamping gedung olahraga. Setelah selesai berganti baju, Judy salah satu teman baiknya menghampirinya. Ia menghampiri Biara dengan membawa sebuah kado dengan sampul kadonya bermotif bentuk hati yang bersayap.

“Bi, ada sesuatu untukmu.” Ucap Judy dengan menghampiri, lalu menyodorkan kado yang berbentuk persegi panjang yang dibawanya. “Ayo, terimalah.”Desaknya. Biara memandangi kado itu sejenak , lalu mengambilnya.

“Kado itu untukmu. Sayangnya, orang yang memberikan kado itu tidak mau memberikannya langsung padamu. Karena ia tidak berani memberikannya langsung padamu.” Jelas Judy. “kau boleh langsung membukanya sekarang.” Lanjutnya.

Biara sejenak menatap temannya yang cantik dan baik hati itu. Judy mempunyai kulit putih yang pucat, hidung mancung, mata yang menjorok ke dalam, dan memiliki bola mata berwarna coklat serta bibirnya yang selalu berwarna pink tanpa lipstik. Biara lalu membuka sampul kadi itu perlahan-lahan. Lalu ia membuka kotak kado berwarna coklat itu dan ternyata, ia mendapati sebuah topi berwarna hitam. Topi itu terlihat keren, dan sangat cocok bila dipakai Biara.

“Topinya bagus sekali, pasti kau sangat cantik bila memakainya. Aku lihat topimu sudah sobek-sobek dan usang, jadi kau memang pantas mendapatkan topi yang baru.” Ucap Judy.

“Aku pergi duluan ya?” Judy pun segera pergi meninggalkan Biara sendiri. Biara mengkerutkan keningnya, berpikir siapakah yang telah memberinya topi baru.

“hai Biara anak autis” Sapa Claire. “wah, wah, wah, punya topi baru nih.” Menyepet Biara. Claire dengan dua orang sahabatnya berjalan menghampiri Biara. “sayangnya.... orang jelek seperti kamu tidak pantas menerima topi sebagus itu, benar tidak temaniteman?” tanyanya pada kedua temannya. Serempak kedua temannya pun menjawab iya.

Claire adalah cewek terfavorit di sekolah. Ia adalah seorang model dan ketua cheersleader. Ia mempunyai tubuh yang indah, tinggi semampai dan memiliki rambut hitam panjang lurus dan berkilau. Hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, bibirnya tipis, sungguh sangat menarik perhatian teman lawan jenisnya. Setelah Claire menoleh ke kanan-ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain selain mereka, dengan cepat ia merebut topi baru Biara lalu salah satu dari temannya mendorong Biara hingga terjatuh ke lantai.

“cup...cup...cup... Biara bodoh.” Ledek mereka bertiga. Lalu tertawa puas dan pergi meninggalkan Biara.

Perlahan-lahan Biara pun bangkit berdiri tanpa terlihat raut wajah yang sedih. Biara pun berjalan perlahan-lahan menuju kelasnya. Saat berada di koridor tiba-tiba Andy, teman sekelasnya yang terkenal playboy dengan sengaja menabrak Biara dari belakang.

“Hai apa kabar putri antah berantah? Hari ini kamu tampil sangat....”Andy terdian sejenak lalu tersenyum dan menepuk punggung Biara. Sedangkan Biara hanya menatap wajahnya yang tidak terlalu tampan, banyak jerawat-jerawat kecil yang memenuhi kedua pipinya yang kuning langsat. “Sangat....tentunya sangat jelek sekali.” Lanjutnya lalu tertawa dan berlari meninggalkan Biara.

Saat Biara masuk ke dalam kelas, dan melewati beberapa teman-temannya, mereka tertawa cekikikan.

“Biara berhenti sebentar!” teriak Claire. Claire pun berjalan mendekati Biara dan berhenti tepat dibelakangnya.

“Jual....jual...harga murah, tahan lama, anda akan puas sampai mati.” Ucap Claire dengan lantang membaca sebuah kertas yang tertempel pada punggung Biara. Alhasil semua teman-teman sekelasnya tertawa. Biara tidak tahu, bahwa Andylah yang melakukannya saat ia menepuk punggung Biara. Biara pun segera mencabut kertas itu dari punggungnya. Tidak sampai disana teman-temannya menjahilinya. Saat Biara akan duduk dikursinya, ia menemukan topi barunya telah rusak dengan banyak sobekan-sobekan yang dibuat secara paksa entah oleh siapa. Lalu Claire dan teman-teman sekelasnya menertawakan Biara, dan mengejeknya habis-habisan. Karena tidak tahan dengan ejekan teman-teman sekelasnya,ia pun berlari meninggalkan kelas.


Saat pulang sekolah, Peter berlarian mengejar Biara yang telah lebih dulu berjalan didepannya.

“Bi!” teriak Peter. “Hai...” Sapanya dengan nafas yang tersengal-sengal karena berlarian mengejar Biara. Entah apa yang terjadi dengan diri Peter, ia selalu merasa kikuk saat berhadapan dengan Biara. “Em...em..... ka... kamu kenapa tidak memakai topi?” Lalu ia terdiam sejenak. “Judy sudah memberimu sebuah kadokan?” tanyanya berusaha melihat wajah Biara yang menunduk. Mendengar pertanyaan itu, spontan Biara menghentikan langkahnya, memandang Peter dengan mengintipnya dari balik alis matanya yang tidak terlalu tebal. Sehingga seluruh wajahnya tidak terlihat,

“Bi....” panggil Peter dengan lembut

“Kau yang memberiku topi itu?” Tanyanya tanpa menrubah posisi

“A...i.... iya.” Jawabnya terbata-bata. “Ma...maafkan aku. Aku takut apabila aku kangsung memberikannya padamu, kamu tidak mau menerimanya. Maka dari itu, aku meminta tolong pada Judy untuk membrikannya padamu.” Jelas Peter yang menjadi salah tingkah. Angin yang berhembus kencang membuar rambut panjang Biara yang terurai menjadi berantakan.

“Kamu marah ya?” tanya Peter. “Aku minta maaf. Bi, aku tulus memberikan kadi itu padamu, hanya saja aku takut untuk memberikannya langsung padamu.” Jelas Peter dengan raut muka bersalah.

“Jangan dekati aku lagi.” Ucap Biara datar, lalu menundukkan kepalanya.

“Bi, apa kau tidak suka dengan topi pemberianku? Atau aku ssalah karena meminta bantuan orang lain untuk.....”

“Aku bilang, jangan dekati aku lagi!” Biara pun pergi meninggalkan Peter.
Peter terkejut. Pertama kali ia melihat Biara membentaknya. “Aakh.....sialan!” gerutu Peter.

“Dasar Peter pengecut, bodoh, tidak berotak!” gerutunya kembali. Ia merasa sangat kesal pada dirinya sendiri.


Saat Biara sampai dirumahnya, ia langsung membuka pintu rumahnya yang ternyata tidak dikunci. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh Bianca yang sedang bermesra-mesraan dengan kekasihnya di sofa ruang tamu. Spontan Bianca pun terkejut dengan kedatangan adiknya itu. Ia segera membenarkan t-shirtnya, begitu pun dengan kekasihnya segera mengambil kemejanya yang tergeletak dilantai dan segera memakainya dengan terburu. Pemandangan yang sangat tidak pantas dilihat oleh anak dobawah umur.

“Dasar anak dungu, bisu, tolol!” teriak Bianca. Ia lalu menghampiri adiknya yang sedang menatapnya pula. “Kamu tidak punya mulut ya?! Biasakan pulang sekolah itu, ketuk pintu rumah dulu atau mengucapkan salam, sapaan atau sejenisnya, seenaknya sembarangan masuk rumah!” marahnya. “Bikin aku malu saja. Kamu tahu, aku sangat menyesal sekali punya adik seperti kamu!” teriaknya. “Tidak minta maaf lagi” ketusnya, lalu mendorong tubuh Biara. Biara hanya terdiam, lalu menundukkan kepalanya. “Dasar anak kurang ajar, tak tahu sopan santun.” Sambungnya. Tanpa tunggu lama lagi, Bianca menampar pipi kanan Biara, tapi untungnya tidak meningalkan bekas. “Pergi kamu!”Bentaknya. Biara segera berlari menuju kamarnya.

Sejak kecil Biara memang jarang berbicara dengan keluarganya. Hanya beberapa orang saja yang ia ajak bicara. Ibunya menganggap bahwa ia seorang anak yang mempunyai kelainan pada dirinya atau tidak normal. Sedari kecial ia jarang berbicara dengan keluarganya, mau pun dengan teman-temannya. Tidak pernah tersenyum, menangis, marah dan perasaan yang lainnya. Orang tuanya memvonis Biara bahwa ia memang anak yang cacat, tanpa memeriksa lebih dulu kepada dokter. Uanglah yang menjadi kendala orang tua Biara untuk memeriksakannya pada dokter . Ibunya hanya bisa berkata, bahwa keanehan yang terjadi pada diri Biara dikarenakan sewaktu mengandung, ia terlalu banyak merokok. Yang dilakukan Biara hanya berdiam diri, dan menghabiskan waktunya dengan menggambar dan duduk diam diatas atap rumahnya.

Orang tuanya mengakui bahwa sejak berumur lima tahun, Biara sudah mempunyai bakat menggambar dan sifatnya berubah menjadi anak yang pendiam. Namun setelah ia bertambah besar, orang tuanya sering memarahinya saat ia menggambar. Karena obyek yang digambarnya sangat berbeda dari gambaran anak-anak yang lainnya. Biara selalu menggambar orang-orang yang menyeramkan yang berasal dari imajinasinya sendiri. Biara senang menggambar hantu, setan dan sebagainya. Bakat inilah yang justru meresahkan kedua orang tuanya, karena Biara dengan sifat anehnya dan hobi anehnya itu hanya menyusahkan keluarganya saja. Begitulah menurut kelurga mereka. Dan Biara hanya anak yang membuat malu keluarga dengan sikapnya yang jarang bicara.

Malam ini, ia menghabiskan waktunya dengan menggambar tokoh-tokoh imajinasinya di buku tulisnya. Karena ia enggan untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya, maka ia hanya menggambar orang-orang menyeramkan dibelakang buku tulisnya.

Bersambung...............................